Rabu, 20 Februari 2013

Surat Untuk Malaikat


Surat untuk malaikat
By Eni Desiyani

Kisah cinta paling romantis yang bisa kita tulis adalah kisah cinta dari orang tua kita sendiri. kisah cinta yang pastinya banyak melalui lika-liku, ujian, cobaan dan pastinya jauh berbeda dengan kisah cinta khas anak muda zaman sekarang yang banyak kita saksikan dilayar televisi saat ini.
Jodoh itu ada di tangan manusia, Tuhan hanya memberikan jalan dan petunjuk untuk mendapatkannya. Lelaki baik untuk wanita yang baik dan begitu juga sebaliknya. Sesuai dengan sejauh mana usaha kita sebagai manusia dalam mencari jodoh itu sendiri. Saat kita malas maka akan dipasangkan dengan orang yang sesuai untuk orang malas, jika kita layak menjadi seorang presiden maka kita akan dipasangkan dengan orang yang memang layak untuk menjadi pendamping presiden.
Begitu juga dengan jalan cinta kedua orang tuaku. Ibuku saat ini sedang mencoba memungut semangat hidupnya kembali yang perlahan memudar sejak ayahku tercinta pergi meninggalkannya untuk selamanya.
Iya benar-benar sendiri, menanggung semua beban kehidupan, hanya kenangan manis tentang masa lalu bersama ayah yang kerap datang menemani hari-harinya. Tertawa bersama anak dan cucu juga menjadi pelipur laranya kala datang masa-masa kunjungan ingatan masa lalu itu.
Masa lalu memang bukan untuk dilupakan tapi untuk dikenang dan diceritakan kepada anak cucu kita sebagai pelajaran hidup kedepannya. Begitu juga dengan ibuku. Malam ini dia datang menghampiriku, walaupun memang aku yang membujuknya untuk merebahkan tubuh suburnya di sampingku. Aku memeluknya seperti biasa, dan mulai bertanya tentang masa lalu, tentang betapa sulut kehidupan masa lalunya. Sekedar untuk membuatnya merasa kalau dia masih memiliki teman bicara untuk berbagi keluh kesahnya.
Sisa-sisa kecantikan masa muda masih terlihat jelas di wajah ibuku yang kini sudah memasuki usia 53 tahun. Tidak pudar sedikitpun oleh kelelahan dan beban yang sudah dipikulnya sejak beliau muda dulu.
Wajah ibu tiba-tiba bersemu merah saat aku menanyakan perihal kisah cintanya dengan almarhum ayahku. Sambil tersenyum iya berkata “dulu ibumu ini menerima ayahmu itu karena kasihan melihatnya, tapi lama-kelamaan rasa cinta itu tumbuh dengan sendirinya”
Ayahku adalah seorang duda beranak tiga yang ditinggal istrinya karena meninggal dunia. Dia adalah seorang guru bahasa Indonesia di pelosok desa, dia adalah guru yang sangat terkenal karena kebaikannya.
Kisah cinta itu dimulai sejak beberapa bulan ibuku ditugaskan menjadi seorang guru di desa dan sekolah yang sama dengan ayahku. Ibuku datang dari tanah jawa, merantau ke Kota kelahiranku ini bersama dengan pamannya untuk mencari pekerjaan yang layak. Ibu adalah lulusan dari PGA (Pendidikan Guru Agama) dan yang pastinya beliau juga mengajar sebagai seorang guru agama.
Dengan senyum termanisnya ibu mulai angkat suara
“dulu tu bapakmu suka nulis surat sama mamak, mungkin karena dia guru bahasa Indonesia makanya suratnya puitis sekali” ibu mulai membuka ceritanya.
“ emang surat pertama bapak apa isinya mak?”
“kira-kira kayak gini, mamakpun lupa gak”
Pikiran ibu jauh terbang ke masa lalu untuk mengingat kembali sepucuk surat cinta pertama yang dilayangkan ayahku kepadanya. Ibupun tertawa sambil merangkaikan kata-kata manis itu

Dek sum,
Pertama-tama izinkan aku meminta maaf atas kelancangan surat ku ini.
Surat ini datang karena kegelisahanku terhadap perasaanku kepadamu.
Aku tidak bisa menepiskan bayanganmu dari ingatanku.
Kehadiranmu di hidupku sangat tepat sekali untuk saat ini.
Kau bagaikan malaikat yang dengan tiba-tiba datang menawarkan segelas air segar kepada ku yang sedang dalam keadaan kehausan dan tersesat di padang sahara .
Maukahkau menjadi malaikat untukku dan menemani hari-hariku sebagai seorang pendamping hidupku?
Aku tunggu balasanmu,
Ramli

“eh macam lagu himne guru jak mak ada haus-hausnye? Hehehe” kami tertawa
“mau tau ndak waktu itu mamak balas ape?”
“apelah mak balas?”
“ gini mak balasnye”

Aku memanglah seorang malaikat, tapi malaikat malik penjaga pintu neraka
Dan air yang ku bawakan untuk mu adalah air panas yang berasal dari rebusan api neraka
Sumiati

“hahaha,,,, kejam mamak ne” kami kembali tertawa.
“tapi bapak tu tadak jerak-jerak ngirim surat, akhernye mamakpun tak tau gak kenape mamak ne bisa luluh dengan bapak tu”
“ bapak jagor nulis puisi mak, guru Bahasa” jawabku singkat

Sejak beberapa surat manis meluncur ke laci meja ibuku itu, mulai timbul perasaan tertarik, perhatian dan mencari cari bila ayahku tidak ada di tempat. Maka beberapa minggu kemudian ayahku memberanikan diri untuk datang ke asrama guru milik ibu dan bertatap muka langsung dengan ibuku.
Mulai saat itu ibuku menjadi tempat berkeluh kesah ayah dan juga sebaliknya, hingga bujukan untuk menikah itupun datang.
 “ dek sum, semenjak saya ditinggal meninggal sama ibunye anak-anak hidup saye hampa, anak-anak pun kasian ndak ade yang ngurus. Mau ke dek sum ne mendampingi saye sampai maut menjemput saye nanti?” dengan wajah memelas
“kenape bapak milih saye, bukankah guru dari sebrang pun ade yang bersedia jadi istri bapak?” ibuku sok menguji ayah.
“ hati saye lebeh srek dengan dek sum, lagi pula anak-anak mauknye saye nikah same ibu guru mereke” jawab ayahku singkat
“kalau begitu biarkan saye pikir-pikir lagi”

Proses pendekatan ibuku ke anak-anak ayah untuk pertama kalinya berlangsung siang ini. Pada hari libur, beberapa hari setelah ajakan nikah itu. Ibuku diajak ayah untuk makan siang bersama di rumahnya. Dengan baju rapi dan dandanan seadannya ibu dijemput ayah dengan menggunakan sepeda. Walaupun saat mereka berlalu berboncengan suara sekitar sunyi, tapi dalam hati mereka masing-masing terdengar melodi yang sama, melodi yang mengiringi jalan cinta mereka, melodi yang membuat rumput-rumput di tepi jalanpun ikut menggoyangkan badan ke kanan dan ke kiri seiring hembusan angin.
Tiba di rumah ayah, hidangan sudah tersedia, anak-anak ayahlah yang telah memasaknya untuk calon ibu baru mereka.
“ayo masuk ibu” celoteh anak bungsu ayah.
Setelah berbincang beberapa waktu ibu langsung dihidangkan makanan berat. Nasi putih, mie telor dengan sambal, dan ikan asin adalah makanan yang paling mewah yang bisa disajikan oleh ayah untuk calon pendamping baru hidupnya itu.
“ mau tahu ndak dek, sayok yang di masakan cu kau tu baru pertama kali mak ngerasekan seumur hidop mak” ceritanya sambil tertawa.
“cemane rasenye mak?”
“enak – enak gitu lah” jawab ibuku sambil tertawa. Aku yakin ibuku saat ini sedang mengingat kembali rasa makanan pertamanya di rumah barunya kelak. Makanan yang bersejaran dan tidak pernah diduga-duga.
Cinta memang indah, tiba pada saat yang tidak di duga-duga, tak perduli dengan siapa, bagaimana bentuk parasnya, dan apa pekerjaannya. Yang dapat melilai hanyalah hati karena hanya dia yang bekerja untuk menemukan dua insan yang dia kehendaki.
Ibuku adalah orang jawa asli, yang menurut para sesepuh jawa jika ingin memilih jodoh harus melihat tiga hal yaitu bebet, bibit, dan bobot. Aku sendiri kurang paham dengan tiga istilah sakral itu, tapi yakinlah kalau ibuku hanya memilih pasangan dengan hatinya. Menjalankan dengan sebaik mungkin pada saat ini tanpa memikirkan masa lalu dan masa depan secara berlebihan.
Ibuku tidak memandang paras, walaupun pasti menurut ibu ayah adalah lelaki terganteng saat itu (karena cinta membuat mata buta), ayah adalah lelaki kurus dengan kumis tebal di bawah rongga hidung, mirip dengan pak raden, dan juga bertubuh hitam karena ayahku juga seorang petani ( aku tahu karena aku melihat foto ayah dan ibu waktu muda).
Ayahku adalah seorang guru yang pada masa itu gaji guru tidak bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Yakinlah jika ayah dan ibuku dulu masih sering berhutang ke sana kemari walaupun mereka berdua berprofesi sebagai guru. Tidak menjanjikan sama sekali untuk bisa hidup enak bersama ayah, tapi ibuku sekali lagi memilih untuk menjalankan kehidupannya bersama ayah.
 Ayah juga merupakan anak dari seorang nelayan sungai dan seorang dukun beranak di kampung ini. Orang tua yang tidak memiliki latar pendidikan yang bagus dan juga bukan keturunan darah biru. Tapi kakek dan nenekku sangat patut berbangga karena memiliki seorang anak seperti ayah.
Ayah adalah anak satu-satunya di keluarganya yang menempuh pendidikan sampai tamat SPG dan berhasil menjadi seorang pegawai negri. Dengan usahanya sendiri, ayah mengerjakan apa saja dan mengikuti siapa saja yang bersedia mengajarinya dan membantunya untuk sekolah. Ayahku adalah ayah terhebat di muka bumi.
Hingga suatu hari yang bahagiapun tiba, ayah mengucapkan ikrar sehidup sematinya untuk yang ke dua kali. Dengan menggunakan kemeja putih rapi, celana hitam licin yang telah di setrika dengan setrika arang, dan kopiah hitam, ayah mengucapkan janji suci pernikahan ijab Kabul di depan penghulu. Ibuku bergetar, tanpa orang tua kandung di sisinya, dia dipinang oleh seorang lelaki yang akan mendampingi hidupnya hanya dengan mas kawin sebuah al-quran. Pamanku menjadi wali nikah ibu pada saat itu, mbahku di tanah jawa sana sangat tidak mungkin untuk datang karena sangat jauh dan transportasipun sangat mahal pada waktu itu. Tapi kabar gembira itu sudah sampai dengan manis dihadapan mereka melalui sepucuk surat.
Ibuku tampak sangat cantik dengan menggunakan tutup kepala putih, baju hitam dan rok hijau. Itu adalah pakaian terbaik yang dimiliki ibuku untuk hari terbaik dalam hidupnya itu. Wajahnya berseri-seri dengan pipi merah merona saat dibawa ayah memasuku rumah mereka. Ibu di sambut oleh keluarga baru yang akan mengisi hari-hari baru ibu. Ibu melangkah pasti bersama ayah untuk membina rumah tangga yang bahagia dengan bimbingan agama.

@@@ Persembahan manis sebagai bukti cinta untuk kedua orang tua tercinta, kedua orang tua yang sangat luar biasa dalam mendidik anak-anaknya, keluarga sederhana, bersahaja, bukti kisah manis mereka akan melekat diingatan anak cucunya melalaui kisah ini.@@@
SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selintas

kadang kata-kata tak bisa mengungkap segalannya,,,,
namun lewat tulisan kadang orang bisa salah faham,,,
hem,,,,, mau menjadi diri yang berbeda juga bisa lewat tulisan ^_^
Berubah

Hujan

Hujan
hujan Dibawah cahaya MAtahari